Meeting the (humble) Queen - Dee's Coaching Clinic Solo, March 2015

In the beginning there were luck and love

Ini adalah berkat kedua saya di tahun 2015 yang berhubungan dengan dunia kepenulisan. Saya adalah satu dari jutaan fans fanatik SUPERNOVA. That’s love. Tapi mengapa saya bisa menjadi satu dari 20 orang yang beruntung di area Jawa Tengah, that’s luck.

About Dee

Jam 9 tepat, penulis pujaan saya melangkah masuk ruangan. Ternyata…dia tinggi, cantik, sederhana, apa adanya, lucu dan…ngga betah pakai heels.
Setelah perkenalan singkat, acara sesungguhnya dimulai. Pake acara tutup pintu dan sumpah pramuka bahwa semua yang terjadi di dalam Wiryowidagdo Ballroom I, The Sunan Hotel tidak akan pernah bocor kepada orang awam – sebuah pakta yang saya yakin pasti dilanggar oleh semua yang datang di sana-.

Pertanyaan klise pun, tetap harus ditanyakan. Apa sih yang membuat Dee menulis?
Ternyata hanya karena ingin berbagi. Dee adalah seorang story teller. Dia juga seorang penulis buku harian yang berdedikasi. Waktu kecil, dia membayangkan ketika peradaban ini tidak lagi ada, seorang explorer akan menemukan buku hariannya dan mengetahui tentang sejarah yang sudah terhapus. Impian mulia ini langsung kandas, karena ternyata tulisan di diarynya banyak yang sudah pudar (nulisnya pake pensil boooo…)
Belum menyerah, ia membeli sebuah buku tulis dan menulisinya hingga penuh. Berkhayal bahwa suatu hari buku itu  akan nongkrong di sebuah toko buku.
Dee sadar, bahwa impian butuh diwujudkan melalui sebuah kerja keras. Akhirnya ia membuat ‘kaul’ bahwa ia akan menerbitkan buku untuk hadiah ulang tahunnya yang ke-25. Maka terbitlah KPBJ.

Dan, ya, cuilan kehidupan/ kenangan pribadinya menyisip masuk ke dalam buku-bukunya. Antara lain, Tren nge-geng, TTS, dan andaliman. (Dalam hati saya bilang, “Pasti cilok dan stempel hello kitty juga termasuk.”)


Memorable quote: “Saya adalah seorang story teller, tapi jika saya tidak menulisnya ke dalam buku, saya hanya akan jadi seorang pembual.”

Start with love

Kecintaan pada spiritualitas adalah alasan Dee menuliskan Supernova. Ia ingin sekali membaca buku yang memuat tentang cinta, tuhan dan semesta. Karena buku semacam itu belum ada, Dee pun memutuskan untuk membuatnya.

Memorable quote: “Tulislah buku yang ingin kamu baca.”

Menulis adalah…

…kegiatan 24/7. Menulis di komputer mungkin hanya memakan waktu beberapa jam sehari. Tapi proses di baliknya terjadi tanpa henti, bahkan ketika kita melakukan aktifitas sehari-hari.
Penulis HARUS menjadi pengamat yang baik. Setiap manusia memiliki ‘kamera’ yang sejatinya merekam setiap detil kejadian. Semua stimuli yang diterima kelima panca indra kita akan diproses oleh otak, dikategorikan dan kemudian dimasukkan ke bank data.
Biasakan agar kamera kita bergerak lambat. Ambil waktu untuk mengamati obyek yang menarik dan rekam semua detailnya.
Kabar buruknya adalah: ketika seseorang memutuskan menjadi penulis profesional, menulis menjadi sebuah PEKERJAAN. Artinya, kesambet ngga kesambet, mood ngga mood, penulis harus menulis SETIAP HARI.

Memorable quote: “Rutinitas tidak membuat tulisan jadi flat. Rutinitas membuat tulisan jadi selesai.”

THE MATH OF WRITING

Sebelum menulis, kita memang perlu melakukan estimasi dan perencanaan. Dengan ‘bahan’ yang ada kira-kira akan jadi apakah ini? Cerpen? Novelet? Novel?
Setelah selesai menentukan panjang cerita, waktunya memikirkan elemen cerita.

Karakter


Yang biasa + Yang tidak biasa = Luar Biasa

Buatlah karakter yang memiliki traits umum, namun juga memiliki sebuah keistimewaan. Karakter luar biasa akan membuat pembaca berkata, “Lu sama kaya gua.” dan pada saat bersamaan berpikir, “Damn! Gua pengen kaya lu.”

Misal: Elektra
Kurang ‘biasa’ apa coba cewek satu itu? pasif, suka ngelamun, malas, tidak memiliki ambisi dalam hidup. Tapi dia ternyata punya kekuatan spiritual yang membuatnya istimewa.

Ehem…saya akui, setelah Power Rangers lewat masanya, saya menghabiskan waktu bertahun-tahun berharap saya memiliki kekuatan Elektra. Ketika saya tidak kunjung mengambang di atas lantai, saya memutuskan untuk melanjutkan hidup.

Dos
  1. Perlakukan karakter utama kita seperti anak. Maka, pilihlah nama yang memiliki makna khusus.

Yang ada + Yang tidak ada = Belum pernah ada

Steal a name. Dee beberapa kali mengambil nama orang yang sungguh ada untuk dijadikan karakter, meski di dalam buku ia menjelma jadi sosok yang berbeda.
Steal a trait. Misal seseorang yang hobi ngupil.
Steal an appearance. Misal seseorang dengan gaya berpakaian nyentrik.
Kombinasikan itu dengan fantasi dan…voila! Jadilah Bodhi and the gang.

Hitam dalam putih, putih dalam hitam

Kalau kita membuat tokoh antagonis yang 100% jahat, dijamin, buku kita akan terasa seperti sinetron. Begitu juga kalau kita membuat tokoh protagonis yang 100% sempurna.
Mengapa? Karena tidak ada manusia yang 100% jahat (tanpa alasan) atau 100% baik. Dengan membuat karakter yang realistis, pembaca dapat menghubungkan dirinya dengan karakter cerita.

Memorable quote: “Karakter yang kuat akan menjalankan cerita (act). Dia tidak akan menjadi korban reaksi (react).”

Plot


Ketika menulis AKAR, Dee masih menggunakan timeline lurus yang sederhana, di mana hanya tercantum tahun dan kejadian. Namun ketika menulis PARTIKEL, ia menggunakan plotting yang lebih kompleks.
Plotting penting dalam menulis cerita (terutama novel) agar penulis tidak kelelahan. Ibarat berenang mengarungi sebuah danau luas, plotting adalah tempat perhentian yang memungkinkan penulis beristirahat dan memulihkan tenaga sebelum kembali melanjutkan perjalanan.

3 Acts Structure

Kenapa struktur klasik ini masih berhasil memukau pembaca? Karena struktur ini mengikuti alur alami manusia bercerita. Yaitu pembukaan, konflik dan penyelesaian.
  1. Pembukaan (bagian yang agak panjang): Adalah tempat di mana penulis menanam awal mula konflik, mengenalkan setting dan mood karakter.
  2. Konflik (bagian yang paling panjang): Adalah tempat di mana semua konflik yang ditanam di awal buku mulai bermekaran dan terus membesar. Biasanya diawali dengan sebuah katalisator yang mengubah karakter.
  3. Penyelesaian (bagian yang paling pendek): Adalah tempat di mana cerita berakhir. Di bagian ini, karakter sudah harus mengalami perubahan.


Buatlah semua daftar kejadian yang ada di dalam cerita kita. Lalu urutkan secara kronologis berdasar sebab-akibat. Dari situ, kita bisa menentukan mana kejadian yang paling menegangkan. Dan...itulah yang harusnya menjadi klimaks.

Semua cerita pada dasarnya adalah eskalasi menuju klimaks. Karakter yang hidupnya lurus dan damai, tidak akan menjadi cerita yang menarik. Beri karakter kita halangan dalam mencapai tujuannya. Tiap kali, tantangannya lebih besar. Ketika dia tidak lagi kuat menahan beban hidup (halah…), saatnya memberikan resolusi dan mengakhiri cerita.

Kombinasikan teknik dan intuisi. Buatlah plot, tapi berikan ruang bagi ceritamu untuk menentukan arahnya sendiri.

Dos
  1. Ketahuilah kapan bagian kedua dan ketiga dalam buku kita dimulai.
  2. Klimaks dalam sebuah buku hanya ada satu, yaitu sebuah kejadian yang paling intens. Biasanya berisi taruhan paling besar bagi sang karakter, yang melibatkan hal-hal primal.
Don’t
  1. Jangan buat bagian pembukaan yang terlalu panjang. Itu akan membuat kita kehabisan nafas a.k.a mati gaya ketika harus menulis bagian konflik. Plus, buku kita akan terasa membosankan.
  2. Jangan buat bagian penyelesaian yang terlalu panjang. Pembaca bakal ilfil setelah membaca suspense yang kita bangun sejak awal.


Memorable quote: “Pada akhirnya kalau semua cerita ditelanjangi, kita hanya akan menemukan struktur.”


THE IMPORTANT KNICK AND KNACK OF WRITING


Doing research

Untuk menulis buku-bukunya, Dee melakukan (dan menyarankan):
  1. Riset pustaka (baca buku teori science untuk menulis PARTIKEL)
  2. Riset cyber (googling tentang lembah Yarlung untuk menulis GELOMBANG)
  3. Wawancara (mewawancarai seorang backpacker untuk menulis AKAR)
  4. Kunjungan ke lokasi yang menjadi setting (pergi ke sianjur mula-mula untuk menulis GELOMBANG)
Dos
  1. Carilah sumber lebih dari satu.
  2. Selalu kroscek untuk meminimalisasi kesalahan.
  3. Ingat bahwa kita menulis fiksi, jadi kombinasikan dengan ‘fantasi’. Jika kita menulis sesuatu 100% riil, berarti kita sedang menulis karya dokumenter. 
Tahukah kamu?
Menurut riset, indra yang paling tajam digunakan ketika membaca sesungguhnya adalah indra penciuman. Karena itu libatkan semua indra untuk meningkatkan Verisimilitude (the appearance of being true or real, lifelikeness) yang membuat karya tulisanmu ‘nyata’.

Rewriting alias Revising

First draft IS first draft. Itu bukanlah karya yang akan dicetak dan diterbitkan. Bekerjalah dengan seorang editor. Editor akan membantumu menemukan salah ketik/salah eja, menemukan ‘lubang’ dalam cerita, memeriksa fakta yang disajikan dalam cerita.

Memorable quote: Kill your darlings. Siapa tahu, hal yang paling kamu lindungi adalah hal yang membuat ceritamu mandeg?

Finding the voice

Sebagai penulis yang masih belajar, wajar saja kalau kita ‘terpengaruh’ oleh penulis lain. Tapi seiring dengan latihan menulis, seseorang akan menemukan “voice” nya sendiri. Beranikan diri untuk membuat analogi baru yang segar, tapi pastikan agar rasanya ‘pas’ dan tidak jadi terlalu aneh.
Memorable quote: Voice itu seperti benih. Kadang kita hanya akan tahu bentuknya, ketika ia tumbuh.

Sing your book

Membaca keras tulisan kita adalah tips yang seringkali saya dengar ketika menulis literatur anak. Yang tidak saya sangka, Dee juga melakukannya dengan buku-bukunya (yang tebal itu). Dengan membaca keras, ia bisa merasakan apakah pilihan katanya sudah pas dan merdu.

Sayang, waktu sudah menunjukkan pukul 12 siang. Pertanyaan yang masih bergentayangan di kepala, terpaksa harus ditanyakan di kesempatan lain.

Memorable quote: “Memperbaiki kertas berisi tulisan yang buruk lebih mudah daripada memperbaiki kertas kosong.”


So, just (damn) write – yang ini kata saya sendiri.


Comments

  1. Suka bagian "Menulis adalah..."
    Thanks for sharing, Tyas 😊

    Agnes Bemoe

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Perempuan-perempuan Hebat di Drama Korea

Ngopi Bersama Alberthiene Endah

Kelas Menulis TaCita 2021 Bersama Kak Reda dan Kak Naya