Ngopi Bersama Alberthiene Endah

Saya sudah semangat banget waktu lihat poster acara ngopi bareng mba Alberthiene Endah bersama GPC tentang menulis biografi. Pasalnya saya juga sedang mengerjakan buku cerita anak biografi.


Sayang sekali, sore itu Langit agak mendung—Langit yang ada di dalam rumah ya. Jadilah pada saat acara saya bergabung terlambat dan harus pergi lebih cepat. Tetap saja, dalam waktu singkat, saya mendapat banyak pelajaran berharga dan kutipan yang sangat menginspirasi.


BERAGAM ASPEK MENULIS BIOGRAFI

Saya mengenal nama AE sebagai penulis buku biografi (tingkat dewa). Saya baru tahu ternyata ia pernah menjadi jurnalis selama tujuh belas tahun.Kalimat pertama yang saya dengar ketika masuk ke ruang zoom adalah:

“Menulis biografi itu 20% skill menulis dan 80% wawancara dan kerja keras.”

Wih … saya langsung tahu acara ngopi malam itu pasti cadas. AE berkali-kali mengingatkan bahwa proses wawancara memerlukan stamina prima. Terkadang wawancara bisa berlangsung sampai puluhan kali. Tak hanya dengan tokoh yang bersangkutan, tetapi juga dengan orang-orang yang berada di sekitar tokoh.

Secara perinci AE membahas aspek psikologis, teknis, dan yuridis dalam menulis biografi. Penasaran, kan apa saja yang diceritakan AE? Yuk, lanjut. 


 

SERBA-SERBI BIOGRAFI

AE mengatakan buku biografi bisa dipesan dalam beberapa cara. Ada kalanya, penerbit yang meminta penulis, yang artinya penulis akan dibayar dengan royalti. Kadang, tokoh yang meminta penulis secara pribadi, entah untuk kebutuhan pribadi ataupun untuk dijual. Untuk cara kedua ini, penulis  akan mendapat bayaran langsung dari tokoh tersebut.

Saat seorang peserta bertanya berapa fee yang layak diterima seorang penulis biografi pemula, AE menyebut angka 50 juta rupiah. Cring-cring, sel keuangan di otak saya langsung aktif.



BERMACAM CARA MENYAMPAIKAN CERITA

Berikut adalah cara-cara menulis biografi yang dibagikan AE pada sabtu malam itu.

  •        Linier atau klasik: dari lahirnya tokoh tersebut hingga masa kini atau saat ia berpulang
  •         Flash back: tiap bab bisa dimulai dengan kejadian di masa ini, kemudian mundur ke masa lalu.

Khusus yang satu ini, AE menggaris bawahi bahwa penulis perlu skill yang mumpuni untuk melakukannya.

  •                  Sandwich: meletakkan satu peristiwa penting sebagai bagian inti dari kehidupan tokoh
  •           Selective issues

AE menyampaikan biasanya ada perubahan signifikan antar dekade dalam hidup seseorang. Entah gaya hidupnya, pandangan politiknya, atau karirnya. Penulis perlu jeli untuk menemukan periode hidup mana yang paling berkesan atau paling menginspirasi. Sesudahnya, diskusikan dengan narasumber untuk mencapai sepakat.



RACIKAN ISTIMEWA

AE menyarankan agar penulis tidak mengerjakan biografi secara linier dan flat.

“Ingat, ini bukan CV atau kompilasi kisah. Bukan buku sejarah maupun cerita ilmiah.”

Sebaiknya penulis mencari sudut pandang yang berbeda. AE sendiri biasanya akan memulai dari kejadian paling berkesan atau luka yang paling membekas dalam hidup seseorang.

“Jangan terpaku pada bahan baku yang kita punya. Kita ini mau menyajikan masakan dari bahan-bahan tersebut.”

Tuliskan ulang cerita yang layak dan memiliki pesan yang baik alias Be Creative!

Duh, saya auto membayangkan deretan bahan di meja dapur- yang di tangan saya paling mentok akan jadi tumis yang keasinan, sementara di tangan finalis masterchef bisa jadi masakan houte couture dengan nama belibet.



JANTUNG CERITA

AE kemudian membagikan pengalamannya ketika menulis cerita tentang Pak Jusuf Kalla. Sebelum menulis, dia pergi ke toko buku untuk mencari tahu buku biografi tentang pak JK yang sudah beredar di pasar. Belasan buku yang ia temukan membahas hal yang kurang lebih sama, yaitu kiprah pak JK di partai Golkar dan sebagai pengusaha.

AE bilang pada Pak JK bahwa ia tak ingin menyampaikan hal sama. Ia meminta pak JK membagikan pengalaman terpahitnya. Rupanya, ayah dari Pak JK berpoligami dan ibunya sangat terpuruk akibat kejadian tersebut. Pak JK yang waktu itu masih remaja, menjadi penopang bagi ibunya. Bahkan di kemudian hari, ketika sang ayah meninggal, Pak JK tak hanya mengurus keluarganya sendiri, tapi juga mengurus keluarga dari istri kedua ayahnya.

AE merasa bahwa peristiwa tersebut membentuk jiwa kepimpinan Pak JK dan memutuskan menulis kisah Pak JK dari sana. Itulah awal mula kelahiran novel semi biografi Athirah yang sekarang juga sudah difilmkan.


Saya jadi ingat saat Pak Ciputra meninggal dunia. Deretan bendera hitam raksasa menjulang rapi di jalan masuk gerbang perumahan saya selama berhari-hari. Setelah delapan tahun jadi warga perumahan yang dimiliki Pak Ci, baru hari itu saya tergerak untuk membaca buku biografi beliau.

Informasi yang selama ini saya ketahui tentang Pak Ci adalah bahwa beliau seorang pengusaha properti sukses yang rendah hati dan relijius.

Rupanya, sosok Legenda Properti tersebut hanyalah “puncak” dari sebuah gunung es yang tersembunyi. Kepiawaian AE menulis buku The Passion of My Life berhasil membawa pembaca menyelam di kedalaman lautan. 

Emosi pembaca diaduk-aduk saat mengikuti kisah anak laki-laki yang dititipkan di rumah sanak saudaranya dan mengalami kekerasan; kehilangan ayahnya karena penjajahan; menjadi pemimpin perburuan hewan di hutan; dan yang memiliki prestasi di bidang olah raga lari.




PROYEK PRO BONO

Sekali dalam setahun AE mewajibkan dirinya mengerjakan proyek sukarela tanpa bayaran. Syaratnya hanya satu: kisah hidup sang tokoh layak diketahui banyak orang. Fee yang seharusnya AE terima akan disalurkan untuk donasi. Bayangkan betapa beruntungnya orang-orang terpilih tersebut, mengingat sampai hari ini banyak orang yang antre ditulis kisah hidupnya oleh AE.

AE tegas mengatakan bahwa ia tidak melulu menulis tentang tokoh terkenal. Ia pernah menulis tentang seorang ibu dari anak penderita down syndrome. Tokoh lain yang juga pernah ditulisnya adalah alm. Chrisye. AE bilang, hal yang paling menyentuhnya adalah ketika musisi legendaris tersebut pernah menyembunyikan fakta bahwa dirinya adalah keturunan Tionghoa karena trauma.

Malam itu, sambil menjawab Pertanyaan mas Ali sebagai moderator dan juga para peserta, AE terus mengejutkan saya dengan banyak pernyataan yang tegas dan blak-blakan.


DO

1.  Show who the boss is

AE menggarisbawahi agar penulis menyatakan dengan tegas sejak awal pertemuan dengan narasumber bahwa merekalah yang memegang kendali dalam jalannya proyek ini.

“Untuk kepentingan berdua (tokoh dan penulis) dan untuk martabat dan nama baik saya sebagai penulis.”

AE menuturkan bahwa ia pernah mengundurkan diri dari sebuah proyek biografi karena narasumber terlalu banyak mendikte dan ia kehilangan hormat terhadap proses kerja

Pernah juga tokoh tidak disiplin dengan jadwal kerja yang disepakati sehingga proses penulisan buku terus molor. Buat AE yang sudah punya jadwal hingga satu atau dua tahun ke depan, hal ini tentunya merepotkan.

AE juga menambahkan agar penulis jeli mengamati tokoh dan jalannya wawancara sejak awal. Bukan tidak mungkin seseorang punya agenda tersembunyi yang tidak pernah diungkapkan secara langsung pada penulis. Saat inilah penulis harus tegas menarik batas dan menetapkan aturan.

2.    Membaca banyak referensi

AE berbagi pada peserta ngopi bahwa saat ini dia sedang menulis biografi perusahaan untuk Blue Bird dan juga sebuah perusahaan karoseri yang ternama. Untuk keperluan menulis dua buku tersebut, ia harus membaca banyak buku non fiksi yang berhubungan dengan kebijakan transportasi.

Padahal buku-buku tebal itu paling banter hanya akan disarikan ke dalam empat paragraf. AE tidak merasa itu sia-sia. Dengan begitu ia tahu bahwa dirinya akan menulis empat paragraf yang solid dan berisi.

Sambil bergurau dia menambahkan, “Karena pekerjaan berat seperti inilah saya dibayar mahal.”

 3.    Tentukan waktu yang masuk akal dan kondusif untuk narasumber

AE menyampaikan bahwa durasi ideal untuk satu wawancara adalah dua jam. Lebih dari itu, tokoh biasanya akan kelelahan dan bicaranya mulai ngelantur. Bisa jadi nantinya ada terlalu banyak bagian yang harus dipotong.

AE biasanya akan tegas menolak jika ada tokoh yang melakukan wawancara sambil melakukan hal lain, seperti misalnya meeting dengan orang lain atau sedang dalam perjalanan.

Meski begitu ia pernah membuat beberapa pengecualian dengan Pak JK dan Pak Jokowi mengingat kesibukan mereka.

Baik penulis maupun narasumber tidak boleh terlalu lelah. AE bercerita ketika dia khusus pergi ke Singapore selama seminggu untuk mewawancarai Merry Riana. Ia memilih untuk tidak nongkrong hingga tengah malam dan ngobrol agar mereka bisa bertemu keesokan paginya dengan kondisi yang baik dan segar.

4.    Berhati-hati dalam menulis

Pernah suatu kali, dalam proses menulis buku, AE menerima informasi dari narasumber yang bila dipublikasikan akan menimbulkan kegemparan.

Saat memastikan kebenaran informasi tersebut, AE mengalami kesulitan untuk menemukan fakta pendukung dan bukti kuat. Ia pun berkonsultasi dengan orang-orang yang dipercayainya.

“Saya engga tolol,” kata AE.

Setelah menimbang, akhirnya ia memutuskan untuk mengeluarkan informasi tersebut dari buku.

 

DON’T

1.    Datang dengan kepala/ tangan kosong dan hanya berbekalkan voice recorder

AE menyarankan agar penulis melakukan riset yang dalam sebelum bertemu dengan narasumber. Jadi wawancara itu tidak lagi bertujuan untuk bertanya, melainkan untuk memastikan informasi yang sudah didapatkan penulis. Penulis perlu menuntun narasumber untuk bercerita, alih-alih sekadar menjawab.

Hal ini juga berlaku ketika penulis mewawancarai orang-orang terdekat narasumber. Dari mulai orang tua, saudara, atau mungkin tukang sapu yang bekerja di rumahnya. Setiap orang punya cerita yang bisa berkontribusi pada hasil riset. Dengan begitu narasumber tahu bahwa dia berada di tangan yang benar dan dapat memercayai sang penulis.

2.    Hanya menampilkan sisi baik dari seseorang



AE menekankan bahwa biografi seharusnya menjadi sebuah cermin yang wajar. Artinya, karya itu secara seimbang menampilan cacat cela dan sisi baik seseorang.

Ia kemudian menyebutkan nama seorang penulis biografi yang sensasional di Amerika, Kitty Kelley.

“Kalau hari ini Kitty menyatakan bahwa dia akan menulis biografi tentang Madonna, Madonna pasti akan langsung diare.”

Kitty sering dicap sebagai tukang cari sensasi dan tukang gosip karena hobinya mengorek dosa-dosa tokoh terkenal. Kitty pernah menulis biografi tentang Oprah Winfrey dan menyebutkan bahwa menurut penuturan orang-orang terdekatnya, Oprah sebenarnya adalah seorang atheis

Inilah sisi yuridis yang disampaikan oleh AE. Kitty dilindungi oleh hukum dan pengacara, hingga tak seorang tokoh pun bisa menuntutnya hingga hari ini. Berbeda dengan situasi di Indonesia. Tidak ada hukum kuat yang melindungi penulis biografi. 



Dari semua pernyataan AE yang kuat malam itu , mungkin yang satu ini yang paling pedas dan juga benar buat saya sebagai penulis. Ironisnya, kebanyakan penerbit tidak melindungi penulisnya ketika ada masalah yang terjadi.

Sebuah karya biografi tidak hanya tentang penulis dan tokoh yang ditulisnya. Ada banyak karakter lain yang juga muncul di dalam buku (yang kemungkinan masih hidup) karena itulah penulis harus berhati-hati dan pintar.


3. Tidak setia pada pengaturan waktu yang sudah ditetapkan

Kadang karena satu dan lain hal, penulis menunda menulis data yang sudah didapatnya. Jeda yang terlalu lama bisa membuat emosi dalam tulisan itu hilang.

AE membagikan tips yang biasanya ia lakukan saat menulis sebuah biografi. Ia akan sering mendengarkan rekaman wawancara dengan narasumber hingga tercipta kedekatan dan perasaan khusus.

AE mengakui kadang data bisa terlalu banyak dan membuat kita kewalahan. “Bayar orang untuk menulis transkrip wawancara,” sarannya.


MELAWAN STIGMA

1.    Penulis yang dibayar besar adalah penulis yang tidak berkualitas

AE bercerita tentang genre biografi yang belum mendapat tempat yang layak di Indonesia. Di luar negeri, buku biografi banyak ditulis dan juga banyak dicari. Penulis biografi merupakan sebuah profesi yang terhormat.

2.    Hanya orang yang inspiratif yang berhak ditulis kisah hidupnya


AE menegaskan bahwa tabu menganggap kisah hidup seseorang tidak pantas dibuat jadi buku biografi. Semua orang punya cerita yang berbeda. Bahkan ketika seorang peserta bertanya apakah memungkinkan menuliskan kisah hidup seorang penjahat, AE dengan cepat menjawab bisa. Namun tentu saja dengan perhatian khusus. Misalnya, tidak fokus pada tindak kejahatannya

 3.    Biografi tidak bisa dibuat menarik seperti karya fiksi

AE membenarkan bahwa biografi tidak bisa dibuat mendayu-dayu seperti novel. Ada batasan yang tidak boleh dilanggar oleh penulis biografi.

Seorang penulis fiksi bisa saja berimajinasi ketika mengalami kebuntuan, tetapi penulis biografi tidak boleh mengabaikan fakta dan harus memiliki mental yang teguh untuk menjaga akurasi.

 


Walaupun begitu, pembaca buku biografi berhak untuk menikmati cerita yang enak. Karya biografi tetap memiliki alur, dialog, premis, konflik, dan penyelesaian. AE menyebut nama Andrew Morton sebagai penulis biografi yang pandai membuat plot menarik. 

(Setelah saya cek kemudian, Andrew ini antara lain menulis biografi Tom Cruise dan Lady Diana)

AE masih mengizinkan dramatisasi pada dialog dengan pertimbangan tidak ada orang yang benar-benar ingat apa yang diucapkan atau didengarkannya di masa lalu. Penulis bisa mencari emosi/feel yang tepat untuk menyampaikan dialog, sambil tetap menjaganya agar tetap faktual.

AE memberi catatan khusus untuk dialog yang melibatkan orang lain yang masih hidup. Apalagi jika isi dialog tersebut adalah sesuatu yang sensitif atau bukan hal baik. Jangan lupa untuk mengecek kembali kebenaran tersebut dari beberapa sudut pandang.


MALAM BERTABUR BINTANG (DAN SATU BERSINAR PALING TERANG)

Oh iya, malam itu acara ngopi juga dihadiri banyak penulis senior yang tergabung di satupena. Misalnya: Mak Suri Dewi Lestari, Mas KEF, dan Bli Putu Arcana.

Malam itu saya menghitung AE empat kali melontarkan kata “MARTABAT”

Hal itu menjadi catatan penting buat saya. Sebesar itulah ia menghargai diri dan karyanya. Saya sadar, itu bukan sikap yang muncul dalam semalam atau bahkan hitungan tahun. Waktu dan pengalamanlah yang menjadikan AE menjadi siapa dirinya.

I realize, it is the attitude of a real queen.


Comments

  1. Seru baca ini. Makasih sudah menuliskannya. 👍🏽

    ReplyDelete
  2. Enak bacanya. Makasih Mbak Tyas.

    ReplyDelete
  3. Acaranya seruu sayangnya aku ketiduran karena capek pulang dari turun gunung untung ada artikel ini bisa dapat wawasan makasih yaaa

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Perempuan-perempuan Hebat di Drama Korea

Kelas Menulis TaCita 2021 Bersama Kak Reda dan Kak Naya