AFCC Singapore 2017 - Selling yourself in style

So…long story short, saya berangkat ke AFCC 2017. It was a great event. Saya sangat menikmati acara writer illustrator conference yang berlangsung selama tiga hari. Worth all the sacrifices.

And unlike the common belief, I did come as a participant, not as a speaker. Di rumah aja ocehan saya ngga laku-laku amat.

Kelas pertama yang saya ikut berjudul: Take self promotion back, by Amy Ng.



Note: saya terlambat masuk kelas dan tidak berhasil menemukan pulpen di dalam tas. Untunglah ada Fanny Santoso yang meminjamkan pulpen dan catatan. Makasih, Fanny!

Saya memilih kelas ini karena topiknya relevan dengan tuntutan penulis (dan illustrator) pada jaman ini. Satu dekade lalu, orang-orang dengan profesi ini mungkin masih bisa fokus berkarya saja. Others will handle the rest. Tetapi saat ini, penulis dan ilustrator diharapkan untuk terlibat secara aktif dalam melakukan promosi.

Di era teknologi seperti sekarang, siapa saja bisa dengan mudah melakukan self promotion. Dengan mobilitas terbatas di sebuah kota antah berantah sambil berbalut kolor, seseorang tetap bisa terhubung dengan dunia setiap saat.

Ini menjadi PR (sekaligus momok) besar sejak saya mulai menulis. Saya sadar bahwa ‘menjual diri’ itu mau tak mau harus saya lakukan. Untuk survival. Padahal bersosialisasi bukanlah salah satu kekuatan saya.

Jadi saya mulai memperhatikan gaya orang-orang dalam berpromosi dan membuat catatan saya sendiri. Mana yang menurut saya tolerable, menarik, dan tidak njelehi .

Rumusan yang ada di slide show Amy sebenarnya sangat sederhana, dan bukanlah hal yang tidak pernah kita dengar sebelumnya:

  • ·         Be polite
  • ·         Collaborate
  • ·         Be generous

Namun sudahkah kita melakukannya setiap saat?

Karena Amy adalah pencerita yang baik, tiga poin tersebut berkembang menjadi sesi enam puluh menit yang menarik.

Ia bilang, “Kenapa kita sering asal tubruk aja ketika sedang menjalin network? Kenapa kita tidak bersikap ekstra hati-hati seperti ketika sedang PDKT dengan orang yang kita taksir?”

Good point!

Menjalin sebuah hubungan yang baik butuh waktu, usaha dan… chemistry. Membombardir tiada henti adalah salah satu cara jitu untuk membuat orang kabur. Begitu pula dengan sikap ‘datang kalau butuh aja’.

Amy menunjukkan banyak contoh email tidak sopan yang ia terima. Ada yang tidak menggunakan salam pembuka.  Ada yang cuma menyapa dengan HI! Ada yang tidak mencantumkan kata tolong. Dan yang lebih parah, ada yang menyapanya dengan nama yang salah.

Ketika ia tidak membalas, beberapa mengirim email bernada marah-marah, ada pula yang ‘berinisiatif’ menghubunginya di nomor telepon rumah.

Yang ia heran, dari sekian banyak orang yang minta tolong ini dan itu, hanya ada satu yang menawarkan diri membuat banner untuk blognya.

There it is my friends, kadang kita terlalu sering meminta sehingga lupa memberi. Padahal menurut Amy, memajang karya di blognya adalah salah satu cara promosi diri gratis, mengingat blog itu banyak dikunjungi orang. Point 3, be generous.

Sebagai illustrator, Amy tahu dilema yang sering dihadapi artist ketika harus melakukan proyek pro bono. Mau digratisin, kok listrik di Indonesia masih berbayar. Iapun membagi satu tip luar biasa yang dirangkum dalam satu kalimat sederhana:

Do it if you want to do it

Karena hanya kamu seorang saja yang tahu apakah ‘proyek gratisan’ ini worth to do. Ingat, tidak semua usaha menunjukkan hasil secara instan. Kadang hasil dari kerja kita akan muncul di waktu yang tidak pernah kita duga. It could be tomorrow or in another three years.

Amy juga sempat menyinggung soal kolaborasi. Ia menyarankan agar penulis/illustrator ‘keluar’ dari bidangnya dan memperluas jaringan. Cross pollinate. Dia sempat menunjukkan slide show beberapa hasil kolaborasi illustrator dengan industri lain. Sayang saya tidak sempat mendokumentasikan slide show tersebut.

Amy meyakinkan bahwa editor senang jika ada artist/ author datang kepada meraka dan menawarkan ide (apalagi ide yang luar biasa). But pleaaaaase…Do it right

Follow up, boleh. Tapi ya mbok jangan tiap hari nanyain juga. Kamu kan bukan koran harian.

Sejujurnya selama sesi berlangsung saya beberapa kali merasa sengkring-sengkring. Bukan karena AC yang terlalu dingin, tapi karena saya pernah melakukan beberapa ‘dosa’ yang disebutkan Amy. I need to learn. A lot.

Maka pada sesi tanya jawab saya bertanya, kapan baiknya saya mengirim email follow up. Karena saya pernah menunggu (dengan sopan) selama beberapa bulan sebelum follow up dan baru tahu bahwa email saya sebelumnya ‘ketlingsut’ sehingga yang bersangkutan tidak pernah membacanya. Sedih sekali membayangkan waktu sekian lama yang telah terbuang percuma.

Amy menyarankan untuk menunggu dua minggu. Di akhir email, ada baiknya jika kita menambahkan (tanpa mengancam) bahwa kita akan kembali mengirimkan email jika masih belum menerima balasan apapun dua minggu kemudian. Jeez...why haven't I thought of that?

Amy bilang, editor itu kerjaannya banyak. Dan mereka juga manusia. Terkadang mereka memang lupa dan perlu diingatkan. Sayangnya, teknologi cenderung membuat manusia jadi tidak sabaran. People expect everything to be instant. Mengingat tombol send bisa mengirim sesuatu dalam hitungan detik, apa sih susahnya merespon dengan segera?

Well, darlings... I used to think that way until I have two kids.

Ada satu kejadian yang membuat saya semakin kagum pada Amy. Ceritanya kami tak sengaja bertemu lagi pada sebuah acara makan malam. Ia menyapa saya dan berterimakasih karena saya sudah melemparkan pertanyaan pada sesi tanya jawab.

Ia tidak dengan sengaja mencari saya. Ia hanya menyapa secara kasual selama beberapa detik sebelum  melanjutkan obrolannya dengan orang lain. Sebagai pembicara dan orang penting, saya yakin ia bertemu dengan banyak orang di sepanjang acara.  Namun ia mengingat saya dan menyempatkan diri melakukan hal sederhana di atas. So she clearly does what she preaches. Catet.

Untuk belajar lebih banyak dan mengenal Amy Ng lebih jauh, silahkan kunjungi  


Memorable quote:
Editors don’t have obligation to feature your writing. So be polite and humble!







Comments

  1. Wah, singkat padat dan tepat sasaran, khas Tyas!

    Makasih ya sharingnyaaa

    ReplyDelete
  2. Ahh, bermanfaat banget tyas, kusave yaa artikelnya! Makasih banyaak..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sama sama Mba.
      Mba Dedew udah keren ah etika dumay nya.

      Delete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Perempuan-perempuan Hebat di Drama Korea

Ngopi Bersama Alberthiene Endah

Kelas Menulis TaCita 2021 Bersama Kak Reda dan Kak Naya