Kelas Menulis TaCita 2021 Bersama Kak Reda dan Kak Naya

 Awalnya

Tak sengaja lihat pengumuman acara TaCita (Pesta Cerita Anak Indonesia) di akun IG Ci Ratna Kusuma Halim. Saya nawarin Langit semata-mata karena dia suka buku Na Willa. Dia bilang, iya.



Hampir tiap malam, Langit dipalakin dongeng oleh adiknya. Jadi dia punya banyak stok cerita. Dia ingin memakai cerita yang baru saja didongengkan ke adik malam sebelumnya untuk diikutkan seleksi . Saya berusaha ngerayu supaya dia bikin cerita lain. Masa ceritanya tentang papa yang pengen ngopi tapi engga dikasi duit sama mama. Bisa-bisa muncul fitnah dari netijen tentang kelakuan ibu Langit. Namun Langit bersikeras. “Terserah aku dong, ini kan acara buat aku.” Ya wis.

Dua hari kami ngobrolin cerita itu. Memperbaiki struktur dan menambal lubang. Susah payah dia mencapai kuota dua ratus kata. Sesudah cerita selesai, dia tanya “Ntar ngirim gambarnya (ilustrasi cerita) di sebelah mana?” Nah loh. Kagak ada permintaan picture submission

Langit adalah anak yang cukup imajinatif. Kelihatan dari gambar dan dongeng ajaibnya. Namun entah mengapa, kalau diminta menuangkan cerita dalam bentuk tertulis, jadinya minimalis. Jadi dari awal saya tahu, kelas ini akan jadi tantangan buat dia.

 

Surprise!

Ternyata Langit terpilih bersama dua puluh satu anak lainnya untuk ikut kelas bersama Reda Gaudiamo dan Abhinaya Ghina Jamela.



Saya agak was-was waktu baca rangkaian acara. Lumayan panjang, euy. 17 dan 18 April 2021, dari pukul 09.00 hingga 16.00 WIB termasuk waktu istirahat. Google Meeting dua jam untuk sekolah aja, fokus Langit kaya anak ayam di pekarangan luas.

Selama kelas berlangsung, dia akan diminta presentasi cerita. Langit bisa dibilang pasif  saat sekolah daring. Disuruh aktif jawab, dia bilang “Aku bukan anak yang suka pamer.” Kalau beneran ditembak Bu Guru, suaranya tetiba jadi keciiil dan jauuuh.

Udah gitu ternyata para penulis cilik diminta mengumpulkan PR. Ada tenggat pula. Baiklah. Ini bukan hanya tantangan BESAR buat Langit. Buat saya juga.

Waktu disodorin jadwal acara, matanya membulat. Dia sadar bahwa waktu mainnya akan terpotong. Padahal itu adalah akhir pekan terakhir sebelum masuk rangkaian ulangan yang panjang.

But the show must go on. Saya yakinkan bahwa dia bisa belajar banyak hal baru melalui kelas ini. Toh cuma dua hari. Saya juga janji akan menemani dia selama kelas berlangsung

 

Hari Pertama

We started the first day well. Adik sudah dibriefing singkat. Semua udah mandi dan makan. Segar dan kenyang, duduk di kasur nyaman dengan alat tulis lengkap. Sip.

Sebelum mulai, aturan kelas dibacakan oleh Kak Eve. Sesudahnya, Kak Naomi dan Kak Ira memimpin acara ice breaking. Setiap peserta diminta menyebutkan kata TEMAN dalam bahasa daerah mereka masing-masing.


Kak Naya sebagai pemateri hari pertama memulai sesi dengan meminta peserta membuat cerita berdasarkan gambar.

Gambar yang dibagikan Kak Naya menunjukkan seorang ibu yang sedang makan di sebuah lapak di pasar.

Setelah anak-anak membacakan cerita pendek mereka, Kak Naya berbagi pengetahuan menulis. Highlight dari sesi Kak Naya adalah memperkaya tulisan dengan menggunakan lima panca indera, metafora, dan deskripsi.


Materi Presentasi Kak Naya


Kemudian, peserta diminta membuat sebuah cerita bebas.

Langit memutuskan untuk bercerita tentang Marisol Iconic. MI adalah tokoh fiktif rekaannya bersama partner in crime, Anabelle. Hampir saban sore, mereka melakukan pengejaran terhadap MI dan kroni-kroninya. Abel, Bening dan Langit merancang peta, strategi dan penyamaran supaya elemen yang menjadi sumber kekuatan mereka tidak dicuri oleh Marisol Iconic

The thing with kiddos’ grand idea and imagination is, they are incredible until adults try to turn it into stories.

Ini adalah versi cerita yang dibuat Langit di dalam kelas.

 


Pemateri menyarankan agar cerita tersebut dikembangkan lagi. Pada jam istirahat, kami mengulik cerita itu bersama. Langit manyun karena saya seperti menodai dunia permainan yang dia ciptakan. Banyak sekali pertanyaan yang dia engga tahu jawabannya. Ini situasi serupa seperti ketika kami mengerjakan Mimpi Buruk si Tikus. Makin ditanyai, makin absurd jawabannya.

Setelah istirahat, sesi yang ditunggu-tunggu tiba. Sesi menggambar! Kak Nai mewakili Kelir berbagi tentang ilustrasi dan gambar. 


Materi Presentasi Kak Nai - Ilustrasi Nabila Adani untuk Buku Witan di Negeri Arana karya Audelia Agustine

Kemudian peserta diminta mengilustrasikan salah satu puisi Kak Naya tentang kue lapis yang serupa pelangi. Berikut adalah gambar Langit untuk cerita tersebut:




                                    

Kelas usai pukul 15.00 WIB. Saya sih nyuruh dia main, supaya kepalanya istirahat. Namun dia memutuskan untuk menyelesaikan tugas, supaya tidak ada tanggungan lagi. Sebenernya engga tegaa lihat mukanya kusut . This is out of her league. Saya sempat tawarkan untuk berhenti dan submit cerita seadanya saja. Dia menolak.

Satu setengah jam kemudian, akhirnya dia selesai ngetik. Bonusnya: Mama bantu cek typo dan PUEBI. Setelah main, makan, dan bersantai, barulah saya kabari kejutan terakhir hari ini. Ceritanya perlu diilustrasi. 

Sret, sret, sret. It’s a wrap! Terlambat lima menit dari deadline, but it’s okay.



Over all, saya sangat bangga dengan dia. She had pushed herself. Namun reward terbesar hari ini adalah kebanggaan yang dia rasakan sendiri. Dia bolak-balik scrolling cerita sepanjang lebih dari enam ratus kata.

“Ma, ini banyak lho Ma. Ini panjang banget.”

Meski belum sempurna, itu memang rekor buat anak yang biasanya menulis maksimal dua paragraf.


Hari Kedua

Sesi pertama hari ini juga dimulai pukul 09.00 WIB. Bedanya, sesi ini dipandu oleh Kak Reda. Perbedaan kedua, saya tidak bisa menemaninya sepanjang kelas.

Highlight dari pemaparan Kak Reda adalah tentang revisi. Beliau mengutip pernyataan Roald Dahl yang mengatakan bahwa menulis itu sama dengan mendaki bukit. Sesekali, kita harus menoleh ke belakang dan memastikan semuanya baik-baik saja.

Materi Presentasi Kak Reda

Hari ini imajinsi peserta diasah melalui kegiatan melajutkan frasa “Bagaimana Kalau…” 

Langit membuat dua versi cerita untuk tantangan ini.

Yang pertama adalah “Bagaimana Kalau Aku Punya Seribu Kucing”


Yang kedua adalah “Bagaimana Kalau Semua Orang Bekerja Sebagai Petani.”



Cerita pertama adalah keinginan terpendam karena ibunya terus menolak proposal permintaan hewan peliharaan, sementara yang kedua terinspirasi dari pelajaran PKN di sekolah. Langit memutuskan untuk mengembangkan cerita pertama.

Kebetulan hari kedua ini lebih longgar jadwalnya. Setelah istirahat, anak-anak dibagi dalam kelompok dan hanya wajib hadir di jadwal presentasi kelompoknya. Kak Reda dan Kak Naya akan memberi masukan untuk karya setiap peserta.

Setelah makan siang, saya temani Langit buat mindmapping tentang kucing. Kebetulan di sekolah juga sudah diajari ini. Mengembangkan cerita berdasarkan peta berpikir itu jauh lebih mudah baginya. Cerita selesai diketik dan dicetak tepat sebelum presentasi mulai. (Kelas ini semakin mempertegas dugaan saya bahwa dia adalah Tim Mepet-ers)


Sekali lagi dia mengagumi ratusan kata yang berhasil dia buat. Pemateri menyarankan agar Langit lebih mempertajam cerita dengan menambahkan deskripsi. Bahunya lunglai. “Sudah sebanyak ini masih harus ditambahi lagi?”



Hah! Selamat datang di Bukit Revisi, Nak. Setelah presentasi, Langit saya izinkan ngegame dengan temannya. Dia bergabung lagi 90 menit kemudian untuk penutupan kelas. 

Revisi tulisan kedua ini diberi waktu tiga hari. Langsung dia nyelutuk, “Nah, itu baru masuk akal waktunya!”


*Duh. anak siapa sih ini?* πŸ‘€

Malamnya, kami sempatkan baca buku baru. Langit senang sekali waktu menemukenali sebuah metafora di dalamnya. Senangnya. Manfaat ilmu baru langsung terasa.


Hasil Akhir

Naskah cerita disimpan dua hari lamanya. Bukan hanya untuk berjarak, tapi karena udah mulai ulangan. Sehari sebelum tenggat, saya minta dia revisi. Menambahkan detil, deskripsi, dan metafora. Kali ini, dia jauh lebih mandiri. Bahkan beberapa kali saya diminta diam karena katanya gangu konsentrasi. Yaelah.

Sekali, dia saya tegur.

“Kok malah mondar-mandir bawa sapu, sih?”

“Aku lagi bayangin ada seratus kucing di rumah kita. Aku mau pura-pura nyapu bulunya.”

Ah, terharu campur lega. Saya baru duduk di sampingnya lagi ketika tiba waktunya mengumpulkan tugas.


Kesan dan Pesan

Seru! 

Kami berdua senang dan merasa beruntung bisa jadi bagian dari TaCita 2021. Selain ilmu baru, Langit senang mendapat masukan dari para penulis berpengalaman. Bonusnya, dapat banyak teman baru.

Kelas berlangsung dengan tertib. Anak-anaknya lucu dan asyik. 





Terima kasih Tacita untuk kesempatan dan pengalaman berharga ini. Sampai jumpa tahun depan!

 

Bonus foto dari panitia

 

 

 

Comments

  1. Langit... Aku padamu 😘
    Ditunggu cerita-ceritanya ya 😊

    ReplyDelete
  2. Replies
    1. Habis beli bukunya Mama, beli buku Langit ya Tante.. hihi

      Delete
  3. Kemarin itu lihat tertulis nama Langit , mikir ini anake Tyas po yo, wes kepikiran meh takon trus lali πŸ™ˆ
    Duh langit tim mepeters yaa, ada jg muridku tim mepeters last minute tenan. Submit menjelang tengah malam πŸ˜‚
    Suwun ya sdh berbagi cerita.Mau tak bagiin ke mamanya murid2ku yg ikut event ini juga πŸ™πŸ»πŸ˜˜πŸ˜˜

    ReplyDelete
    Replies
    1. Haha.. bukan gen ibu. Tapi tak mengapa. Suwun juga ci udh share pengumuman Tacita jadi Langit ikutan.. Kapan2 collabs sama Langit yaa

      Delete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Perempuan-perempuan Hebat di Drama Korea

Ngopi Bersama Alberthiene Endah