Kisah di balik seekor tikus kecil



Jadi, cerita di atas sebenarnya adalah cerita yang dibuat oleh Langit. 


Dan meski sulit dipercaya,  yang membuat ilustrasinya adalah Mamanya Langit (yang masih dibantu banyak orang)

November 2016
Sekitaran waktu itulah Langit membuat cerita ini. Di masa itu,  hampir tiap malam dia dan saya membuat cerita baru.  Setiap cerita dimulai dengan "Once there was/were..." 
Mostly ceritanya pendek dan sederhana.  




The characters in the book


Angelina adalah nama boneka tikus kesayangannya (as in Angelina Ballerina). Sementara Monkey dan Tigger (as in Pooh's friend) adalah comrade setia Angelina.


Cerita Langit begitu personal dan imajinatif (komentar ibu tidak boleh dibantah) sehingga saya memutuskan untuk mengirimnya pada mba Gita untuk dimuat di  serusetiapsaat.

Then, comes the hard part. 

Pertama,  kami membahas isinya dulu. 
Mba Gita menemukan beberapa 'lubang' dan bertanya berapa umur Langit ketika membuat cerita ini. 

She was 4.5 years old. 

Mba Gita pun menyarankan supaya saya ngobrol dengan Langit untuk menemukan tambalan 'lubang' tersebut. 

Apes. Jawaban Langit membuat cerita tambah absurd. 
Bahkan  (mungkin) ketika capek karena terus diinterogasi dia mulai galau dan bilang, 
"Masa sih aku bikin cerita ini? "

Mba Gita pun memberi beberapa saran revisi untuk memperbaiki alur dan logika yang sesedikit mungkin mengubah keaslian cerita dan fantasi khas anak kecil. 
Beliau juga menjalankan tugas mulia agar Mama menjaga egonya dan tidak banyak mengedit cerita anaknya (ehem).

I thought this was hard, until I did the illustration. 

Meski hasilnya cuma gitu aja,  percayalah proses persiapan sudah saya lakukan lama.  
Dari mulai mencari referensi gambar hingga bertanya pada ilustrator idola seperti Ratna Kusuma Halim dan Vannia Rizky Santoso

I don't have a proper table to work. 

Saya kerja setelah ngantor atau saat si bungsu tidur. 
Pemilik cerita seringnya mendampingi saya dan komentar banyak soal kerjaan saya. (Illustrators,  I feel you
My story board sucks and I hated myself for even thinking about doing paper cutting. 




Tetapi saya bertahan karena cinta. 
Cinta anak dan cinta uang (udah kadung beli bahan banyak).

Saya ingin setidaknya satu dari cerita Langit terwujud dalam bentuk gambar.
Meskipun sebenarnya style gambar Langit jauh lebih orisinil dari gambar saya. 

Potong-potong beres, lanjut scanning

Ketika saya menunjukkan hasilnya pada Audi, dia tertawa (dengan sopan). 


I did a lot of wrong basic things. 
Resolusi scan terlalu besar. 
Size font terlalu besar
Saya memakai program yang kurang tepat untuk touch up gambar.  

Tetapi yang paling epic adalah: saya mewarna di sisi kertas yang salah.
Hurray! 

Audi yang merasa iba memutuskan untuk mengurusi editing dan layout

Since she is a real artist,  not a muggle like me. Perfection is a must. 
Alhasil semua hasil scan tidak jadi dipakai. 

Artwork tersebut harus difoto satu satu. 
Biar terlihat efek 3d nya. 





Ketika lihat hasil akhirnya,  jujur saya agak nelongso
.

A book doesn't only need love.  It needs talent. and I mean real talent. 

Terharu rasanya ketika menunjukkan hasil akhir ebook yang sudah nampang di website pada Langit. 

Dia lompat-lompat sambil bilang, "Hore bukuku jadi! "

Lalu dia tanya, "Kapan bukunya diantar ke sini? "

Haru hilang. Berganti ludah yang tetiba menggenang di mulut. 


Shoot
Dia mengharapkan bukti terbit. 

Baiklah.  Waktunya mencari digital printing yang mumpuni. 

In the meantime,  happy reading all!

Comments

Popular posts from this blog

Perempuan-perempuan Hebat di Drama Korea

Ngopi Bersama Alberthiene Endah

Kelas Menulis TaCita 2021 Bersama Kak Reda dan Kak Naya