AFCC Singapore 2017 - Deep Point of View

I’m gonna tell you a secret - which is now no longer a secret:
Saya sedang dalam perjalanan mengingkari struktur.

One day, saya penasaran ingin membuktikan bahwa struktur bukanlah salah satu faktor esensial untuk membuat sebuah cerita yang baik.
Masa sih cerita tidak bisa dibuat ‘begitu saja’ tanpa ribet memikirkan kerangka yang baik serta sederet hal lain yang seringkali membuat saya tetiba memilih ngepel?

Saya memilih sesi ini karena kepincut judulnya, tanpa benar-benar membaca deskripsi singkat yang tersedia di website. Deep Point of View: what is it, what it does and how to write it.
It did sound magical to me.
Ketika akhirnya duduk di ruangan untuk mengikuti sesi ini, saya ketawa. Ealah…jauh-jauh datang ke Singapore, saya ketemu sepupunya struktur juga. Ya, sudahlah. Mungkin memang takdir.


Dilihat dari bahasa tubuhnya yang menguasai ruangan, langsung kelihatan apa profesi Kathleen Ahrens. Beliau adalah profesor yang mengajar di Jurusan Bahasa Inggris di Hong Kong Polytechnic University. Kebetulan, beliau juga menjabat sebagai board of Advisor SCBWI Hong Kong.

Meskipun baru dimulai menjelang jam dua belas, saya tidak sempat mengantuk di dalam kelas. Pasalnya, si pembicara terus mengajak kami berinteraksi dan melakukan praktek langsung.
Kathleen membuka sesi dengan bertanya, “Siapa yang ingat untuk membawa karya middle grade atau young adult?”

Oh, shoot.
Saya menelan ludah tapi tetap angkat tangan. Saya yakin ada satu draft middle grade nganggur di laptop. Dan jika boleh membela diri, saya bukan satu-satunya peserta yang tidak membawa naskah seperti yang diminta di website.

Berikutnya Kathleen meminta kami mencari satu partner untuk kerja berpasangan. Saya menghitung jumlah orang di barisan saya. Jumlahnya ganjil. Lalu saya menoleh ke pintu. Heaven just solved my problem. Mba Ary masuk ke ruangan dan duduk di sebelah saya. Yay!


Kathleen menjelaskan secara singkat mengenai beberapa jenis point of view (sudut pandang). Sesudahnya, ia memperkenalkan MOAN. (I promised you, this is a different kind of moan).

Must (Yang diinginkan oleh karakter)
Obstacle (hambatan yang menghalangi karakter mendapatkan keinginannya)
Action (verbal, mental, physical)
reactioN  

Pada latihan pertama, Kathleen menampilkan satu paragraf di layar dan meminta kami mengidentifikasi MOAN di dalamnya.
Berikut adalah terjemahan bebas (banget) dari latihan kami siang itu.

Mela pergi ke halaman belakang untuk memeriksa papan yang baru saja di catnya (must). Alih-alih kering, papan itu kini penuh dengan bekas jari (obstacle).
“Boni!” teriaknya. “Kamu apakan papanku?” (verbal action)
Tidak ada jawaban. Di mana anak itu? (mental action)
Mela cepat-cepat lari ke ruang tamu (physical action). Ruangan itu kosong. Namun gantungan kunci yang menempel di pintu berayun ke kiri dan kanan (mental action).
Mela merasa jengkel pada dirinya sendiri karena tidak menjemur papannya di tempat yang lebih aman (reaction).

Kathleen menjelaskan bahwa dengan teknik deep point of view, penulis bisa menunjukkan emosi yang dirasakan karakter tanpa harus menyebutkan apa emosi tersebut (semacam show, don’t tell). Hasilnya, karakter menjadi lebih hidup dan tulisan tidak terasa membosankan.

Pada latihan kedua, Kathleen meminta kami untuk menganalisa karya kami sendiri. Kemudian, kami harus mendiskusikan analisa tersebut bersama pasangan masing-masing.
Di tengah-tengah sesi, Kathleen bertanya pada kami mengenai genre yang biasa kami tulis. Surprisingly, sebagian besar dari kami ternyata menulis naskah picture book. Kathleen dengan cepat berimprovisasi. Ia membacakan Where the wild things arenya Maurice Sendak dan mengajak kami menganalisa bersama.

And then, she dropped the bomb.
Ternyata tidak hanya ada satu MOAN di dalam sebuah cerita. Cerita yang baik memiliki MOAN pada beginning, middle dan end.
Saya kangen kain pel. Fix.

Untuk mengenal Kathleen Ahrens lebih jauh, silahkan kunjungi websitenya.



Comments

Popular posts from this blog

Perempuan-perempuan Hebat di Drama Korea

Ngopi Bersama Alberthiene Endah

Kelas Menulis TaCita 2021 Bersama Kak Reda dan Kak Naya