AFCC Singapore 2017 - My First Speed Pitching

Ini dia sesi yang saya tunggu-tunggu di acara AFCC. Speed Pitching!

Anyway, terjemahan bebas pitching yang saya pahami adalah janji temu dengan editor untuk bertemu muka dan menawarkan naskah kita.

Jauh-jauh hari saya sudah mencari ide cerita untuk diikutkan pitching. Rasanya senang sekali ketika panitia mengabari bahwa naskah saya lolos seleksi. Tak hanya bertemu dengan dua editor pilihan saya, saya juga ditawari satu slot tambahan dengan editor lain. Yipii!

Setelah selesai head bang, saya baru sadar bahwa saya tidak tahu apapun mengenai speed pitching.

Syukurlah, ternyata ada banyak informasi mengenai hal ini di internet. Karena saya mengajukan naskah picture book dengan durasi pitching sepuluh menit, saya fokus mencari informasi untuk kriteria tersebut.

Berikut adalah ringkasan dari hasil browsing dan tanya sana-sini:

Sebelum picthing
  • Kemungkinan besar editor akan bertanya, “Naskahmu bercerita tentang apa sih?”            
Maka cobalah untuk membuat sinopsis sepanjang tiga kalimat yang bisa diucapkan dengan luwes. Pastikan kamu menyertakan informasi mengenai karakter utama, tantangan yang ia hadapi dan sisi unik dari ceritamu.
  • Buat daftar pertanyaan yang mungkin akan ditanyakan oleh editor. Lalu siapkan juga jawaban yang membuatmu terlihat cerdas.
  • Jika kamu menawarkan naskah buku bergambar, buatlah dummy (yang jumlah halamannya biasanya adalah kelipatan delapan)
  • Lakukan riset pada penerbit dan editor yang kamu incar. Jangan sampai kamu menawarkan naskah young adult pada penerbit buku teks pelajaran.
  • Pastikan naskahmu selesai (bukan hanya sinopsis atau sebagian saja)
  • Buatlah ‘script’ jika memang dirasa perlu. Hafalkan, lalu berlatihlah untuk mengucapkannya di hadapan seseorang. Cek apakah kamu terdengar seperti anak SD membaca preambule UUD 1945.


Saat p­­­­icthing
  • Ucapkan halo dan salam terlebih dahulu. Jangan langsung nyerocos tentang naskahmu.
  • Perkenalkan siapa dirimu. Even if you are a selebgram.
  • Mulailah dengan informasi general seperti genretarget reader, tema, dan selling point dari naskahmu.
  • Kemudian ceritakan mengenai karaktermu, setting cerita, konflik yang ia hadapi, dan pilihan apa yang ia ambil.  
  • Sisakan waktu untuk mendengar feedback dari editor. Bagian terpenting dari pertemuan ini adalah mendengar pendapat editor, bukan?
  • Terima kritikan. Kamu boleh mengabaikannya, namun jangan mendebatnya. Setidaknya jangan di hadapan sang editor.
  • Jika memorimu tak sebesar memori gajah, tuliskan komentar dari editor.
  • Ada editor yang senang kamu beri kartu nama, ada yang tidak. Jadi sebaiknya tanya dulu.  
  • Jangan berbohong.
  • Jangan curhat soal dunia perbukuan apalagi masalah asmara. Just. Please. Don’t.
  • Jangan ngerasani penerbit lain atau editor lain.
  • Jika ada waktu, tidak ada salahnya kita ganti bertanya pada editor. Misalnya, apa yang ia harapkan ada di sebuah buku? Apa yang sedang digandrungi pasar saat ini?
  • Jika kamu belum selesai dan bel sudah berbunyi. You are simply dead. Emm... maksudnya, segeralah mengakhiri percakapan dengan indah. Jangan nekat melanjutkan dan mengambil waktu orang lain.
  • Jika memang masih ada sisa waktu dan kamu sudah selesai melakukan pitching, silahkan pergi. Berikan waktu bagi editor untuk melakukan sesuatu yang private di sela marathon pitching yang panjang seperti misalnya bersendawa atau meluruskan kaki yang kram.


Kenyataan yang terjadi di lapangan
  • Karena waktu persiapan yang mepet, saya tidak sempat buat dummy yang proper sebelum berangkat. Boro-boro ngeprint. Saya baru sempat buat dummy dengan tulisan cakar ayam beberapa jam sebelum pitching. 
  • Lokasi pitching ada di lantai 16 dengan pemandangan yang terlalu keren untuk dilewatkan. Setelah selesai jeprat jepret, saya bolak-balik ke kamar mandi saking gugupnya. 
 

  • Saya ingat untuk say hello dan haha hihi sebentar dengan editor, sampai kemudian saya dicolek panitia. ”Maaf Mba, giliran Mba setelah yang ini.”
  • Saya lupa membawa kartu nama. Epic.
  • Saya tidak membawa pulpen. Lalu terpaksa meminjam pulpen editor.
  • Karena naskah saya tidak terlalu panjang, saya menawarkan untuk membacakannya. Mba editor dengan manis menjawab, “Oh, we can go through it together.”  Maklum. Naluri ibu-ibu.
  • Seorang editor bertanya, “Menurutmu apa tema besar dari naskahmu?”                               (Jujur saja saya sudah memikirkan jawaban cerdas dari pertanyaan ini selama berminggu-minggu dan masih belum menemukan jawabannya hingga detik itu)                                     Saya jawab, “It’s something…more than friendship.”
  • Editor ketiga implicitly menolak konsep naskah saya dalam hitungan detik. But I refused to leave gracefully. Saya memilih ngobrol dan bertanya mengenai beberapa hal. Dan… saya bersyukur saya ngeyel. Saya belajar banyak dari percakapan sepuluh menit kami.

Pesan moral:
Ilmu tanpa pengamalan adalah sia-sia. 

Memorable quote:
I remember you. I saw your beautiful face in my session.
(Demi Transformers, sang editor berkata demikian. Mungkin karena ia sudah browsing tentang kind words to say to nervous pitching participants.”

Note:
Artikel di atas merupakan ringkasan dari sumber di bawah ini:

Comments

Popular posts from this blog

Perempuan-perempuan Hebat di Drama Korea

Ngopi Bersama Alberthiene Endah

Kelas Menulis TaCita 2021 Bersama Kak Reda dan Kak Naya